Ketimpangan
Ketimpangan sosial ditandai oleh ketidaksetaraan peluang dan penghargaan untuk posisi sosial atau status yang berbeda dalam kelompok atau masyarakat. Menurut Naidoo dan Wills, ketimpangan sosial adalah perbedaan-perbedaan dalam pemasukan (income), sumber daya (resources), kekuasaan (power) dan status di dalam dan antara masyarakat.
Teori Ketimpangan
Banyak
teori untuk menerangkan ketimpangan global, berikut beberapa diantaranya.
1. Teori Kolonialisme
Teori kolonialisme dimulai di Inggris sekitar
tahun 1750 ketika industrialisasi menyebar diseluruh Eropa Barat. Teori ini merujuk pada satu negara yang
menjadikan banyak wilayah sebagai koloninya. Kegiatan ini diawali oleh negara
industri (negara kapitalis). Menurut Horrison, mereka menanamkan sebagian
keuntungannya ke dalam persenjataan yang tangguh dan kapal cepat, kemudian
digunakan untuk menyerang negara yang lemah untuk dijadikan koloninya (Henslin,
2007). Setelah bangsa yang lemah takluk, mereka akan meninggal kekuatan
pengendali untuk mengeksploitasi tenaga kerja dan sumber daya bangsa tersebut.
Maksud kolonialisme di sini adalah untuk mengeksploitasi rakyat dan sumber daya
suatu bangsa demi keuntungan negara kapitalis (induk).
2. Teori Sistem dunia
Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein.
Ia menganalisis Bagaimana industrialisasi menghasilkan tiga kelompok bangsa,
yaitu (1) Negara inti (negara yang lebih dulu melakukan industrialisasi dan
mendominasi negara yang lemah), (2) Negara semiperiferi (negara yang bergantung
pada perdagangan negara inti), (3) Negara
periferi (negara pinggiran). Globalisasi kapitalisme disini berkembang dengan
cepat dan diterima oleh negara-negara di sekelilingnya. Mereka saling terkait
dan saling mempengaruhi dalam hal produksi dan perdagangan, misalnya yang
terjadi antara Meksiko dan Amerika Serikat (Henslin, 2007)
3. Teori Ketergantungan (Dependensi)
Teori ketergantungan menganggap bahwa
keterbelakangan sebagai akibat suatu sistem kapitalis internasional yang
dominan (yang berbentuk perusahaan-perusahaan multinasional) dan bersekutu
dengan elit lokal di dunia ketiga yang menggunakan kelebihan mereka yang
istimewa untuk mempertahankan kedudukan mereka. Dunia ketiga adalah negara yang
tidak masuk Dunia Pertama (Negara kapitalis) dan dunia kedua (negara komunis).
Dunia ketiga tidak dapat mengadakan industrialisasi dan pembangunan ekonomi selama
masih dalam cengkraman suatu sistem internasional yang diskriminatif. Akan
tetapi, elit lokal tidak dapat melepaskan diri dari sistem tersebut karena akan
membahayakan kedudukan mereka di negaranya sendiri (Clark, 1989).
4. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural adalah cara lain untuk memandang
ketimpangan dunia dalam hal kesejahteraan dan kekuasaan. Pendekatan ini
memandang bahwa kemiskinan dan kebergantungan dunia ketiga tidak disebabkan
oleh keputusan kebijakan yang sangat sengaja dibuat di Amerika, Inggris atau
Moskow. Namun, sebaliknya kebergantungan ini berasal dari struktur sistem
internasional yang konstruksinya dibuat sedemikian rupa sehingga bangsa-bangsa
pengekspor bahan mentah terpaksa kehilangan bagiannya dari keuntungan produksi (Clark,
1989). Menurut Prebisch, sistem perdagangan bebas merugikan negara-negara
pengekspor bahan mentah (negara periferi) dan menguntungkan negara-negara
industri kaya yang mengekspor hasil industri (negara-negara pusat). Ia
mengatakan bahwa ketimpangan tidak berasal dari kejahatan negara pusat, tetapi
disebabkan oleh struktur sistem ekonomi internasional itu sendiri.
5. Teori Fungsionalis
Teori fungsionalis percaya bahwa ketidaksetaraan
tidak bisa dihindari dan memainkan fungsi penting dalam masyarakat. Menurut
Kingsley Davis dan Wilbert Moore (Henslin, 2007), penyebab ketidaksetaraan dan
stratifikasi masyarakat adalah sebagai berikut.
·
Masyarakat
harus memastikan bahwa posisinya terisi
·
Beberapa
posisi lebih penting daripada yang lain
·
Posisi-posisi
yang lebih penting harus diisi oleh orang yang lebih berkualifikasi
·
Untuk
memotivasi orang yang lebih berkualifikasi agar mengisi posisi-posisi ini,
masyarakat harus menawarkan imbalan lebih besar
Dalam teori ini
posisi-posisi dengan tanggung jawab lebih besar menuntut pertanggungjawaban
yang lebih besar juga. Dengan demikian, posisi penting dalam masyarakat
memerlukan lebih banyak pelatihan sehingga harus menerima imbalan lebih tinggi.
Ketimpangan sosial dan stratifikasi social, menurut pandangan ini, menyebabkan
meritokrasi yang berdasarkan kemampuan.
6. Teori Konflik
Teori konflik melihat ketimpangan sebagai akibat
dari kelompok dengan kekuatan (power) mendominasi kelompok yang kurang kuat. Mereka
percaya bahwa kesenjangan sosial mencegah dan menghambat kemajuan masyarakat
karena mereka yang berkuasa akan menindas orang-orang tak berdaya untuk
mempertahankan status quo. Kedudukan/posisi menjadi penting selama mereka yang
berkuasa menganggap kedudukan tersebut signifikan. Tokoh teori konflik ini
antara lain Karl Marx, Lewis coser, dan
Ralf Dahrendorf. Marx adalah tokoh konflik pertama yang memandang bahwa
kapitalisme akan memperuncing perbedaan kelas antar individu. Ia menganggap
bahwa individu yang mempunyai tenaga (kaum borjuis) yang mampu menguasai alat
produksi. Sedangkan menurut Lewis Coser, konflik adalah suatu perjuangan mengenai
nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat
langka. Tujuannya adalah untuk menetralkan atau melenyapkan pihak lawan. Tokoh konflik
yang ketiga adalah Ralf Dahrendoft. Ia menjelaskan bahwa masyarakat terdiri
dari organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan atau wewenang. Berarti
dalam hal ini, ada pihak penguasa dan pihak yang dikuasai. Perbedaan ini
menyebabkan terjadinya polarisasi yang mengarah pada konflik dalam masyarakat (parwitaningsih,
dkk, 2012)
7. Teori Pertumbuhan Neoklasik
Teori pertumbuhan neoklasik pertama kali
dimunculkan oleh Douglas C. North. Teori ini memunculkan sebuah prediksi
tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara
dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Teori neoklasik beranggapan bahwa
mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada awal proses
pembangunan kurang lancar. Hal ini berakibat modal dan tenaga kerja meluas.
Namun, apabila proses pembangunan terus berlanjut dengan makin baiknya sarana
dan prasarana komunikasi, mobilitas modal dan tenaga kerja akan semakin lancer.
Dengan demikian, nantinya setelah negara menjadi maju, ketimpangan pembangunan
regional akan berkurang. Anggapan-anggapan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesis
Neoklasik (Sjafrizal, 2008).
Menurut Hipotesis Neoklasik, ketimpangan
pembangunan pada awal proses meningkat. Setelah berangsur-angsur ketimpangan
pembangunan antar wilayah tersebut semakin menurun. Dengan kata lain,
ketimpangan di negara berkembang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
ketimpangan di negara maju. Hal ini disebabkan di negara berkembang proses
pembangunan baru dimulai. Kesempatan dan peluang pembangunan tidak bisa
dimanfaatkan karena kurangnya sarana dan prasarana serta minimnya kualitas
sumber daya manusia. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi di negara maju lebih
cepat, sedangkan di negara berkembang lebih lambat (Sjafrizal, 2008)
21 komentar:
Done_JAYA PANGIHUTAN
Selesai_Gilbert NicoDemus Ginting
Done_Shinta Anjani
Done_ Rafli Adam Maulana (26) XII IPS 2
Done_Karina Amanda Uly Hasian Situmorang
done_ syifa khalisa putri
Done_Mas Rifa Putri Ardiansyah
Done_Camila Nurhaliza
Done_Mutiara Anindya Pramitha
done_Nanda riska aulia
done_ melvi rahmaniar
done_Muhammad Haeqal Raffi
Done_Vansya Zahla Qeviera Riyadi
Done_Aqeela Putri Fauzi
Done_ Rafli Adam Maulana
done_yessika violentina
Done_Rinanti Anjar weni
done_Siti Manzilah
Done_Nazwa shadella.T
Done_tiara oktaviani
Done_Chatrine Gabriela Damanik
Posting Komentar