Kamis, 29 Agustus 2019

PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAHAN BANGSA EROPA HINGGA AWAL ABAD XX




A.    Berbagai Kebijakan Pemerintahan Kolonial yang Memicu Perlawanan Lokal

1.    Kebijakan Portugis
a.    Monopoli Perdagangan rempah-rempah
u  Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis“
u  Faktor internal berkontribusi terhadap gagalnya praktik monopoli portugis di malaka:
v  Kekurangan dana
v  Keterbatasan personel atau prajurit
v  Perilaku koruptif pejabat-pejabat portugis (turut berdagang untuk kepentingan pribadinya )
u  Faktor eksternal berkontribusi terhadap gagalnya praktik monopoli portugis di malaka:
Perlawanan yang dilakukan oleh Kesultanan Johor dan Kesultanan Aceh


Gambar 1.1
Bangsa Portugis saat di Indonesia

Portugis melakukan ekspedisi penyelidikan sumber rempah-rempah ke wilayah Hindia Timur, yaitu kepulauan Maluku, dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada tahun yang sama, bangsa portugis juga berupaya menjalin persekutuan dengan Kerajaan Sunda Pajajaran. Persekutuan ini awalnya atas inisiatif Kerajaan Pajajaran. Tujuan utamanya adalah mendapatkan perlindungan portugis terhadap ancaman ekspansi Kesultanan Demak ke Pajajaran. Sebagai imbalannya, Kerajaan Pajajaran memberi kebebasan kepada bangsa portugis untuk menerapkan monopoli perdagangan lada di wilayah kekuasaannya, terutama di Pelabuhan Sunda Kelapa.

b.    Penyebaran  agama Katolik
Isu Kontroversial hingga sekarang adalah penyebaran agama Katolik oleh Misionaris Portugis di tengah komunitas Islam yang telah mengakar seperti Maluku. Salah satu hipotesis menyatakan jika agama menjadi salah satu pemicu, tentu sejak awal Ternate tidak akan menjalani persekutuan dengan bangsa Potugis. Sebab, bagaimanapun bangsa Portugis memang membawa misi penyebaran agama.
Sementara itu hipotesis lain menyatakan Ternate baru menyadari adanya misi eagamaan Portugis dikemudian hari, kerena agama Islam telah mengakar di kedua kesultanan itu, mungkin saja penyebaran agama katolik menjadi faktor lain yang melatar belakangi perlawanan

2.    Kebijakan VOC dan Pemerintahan Kolonial Belnda
a.    Monopoli Perdagangan Rempah-rempah
Dengan monopoli harga dan jumlah komoditas dagang, seperti rempah-rempah, ditentukan VOC (Belanda). VOC menerapkan kebijakan ekstirpasi  (membakar/memusnahkan rempah2 yg harga jualnya rendah/sudah terlalu banyak) dan pelayaran hongi (suatu sistem keamanan yang digunakan Belanda untuk mengawasi, menjaga, dan mencegah terjadinya pelanggaran atas perdagangan rempah2 di Indonesia). Dampak kebijakan ekstirpasi dan pelayaran hongi  :
u  Runtuhnya wibawa dan martabat raja-raja pribumi karena wilayahnya dikuasai
u  Raja-raja diasingkan akibat menolak kebijakan VOC
u  Kerajaan dipecah belah

b.    Campur Tangan Terhadap Masalah Internal Kerajaan
Campur tangan (intervensi) terhadap masalah internal kerajaan merupakan bagian dari upaya melancarkan monopoli perdagangan. Campur tangan umumnya terjadi ketika terjadi perebutan takhta di dalam istana.
Dalam hal tersebut VOC akan berupaya memperuncing persoalan atau melakukan politik pecah belah dengan memihak salah satu kubu yang bersedia bekerjasama dengan VOC, yaitu :
u  mengakui kebijakan monopoli VOC
u  mengizinkan VOC menguasai sebagain wilayah kerajaan
u  menyerahkan kedaulatan kepada VOC sebagaimana pernah terjadi di Surakarta pada tahun 1749
u  Mendapat dukungan militer dan finansial VOC besar
u  Pengangkatan pejabat-pejabat keratin
u  Penentuan kebijakan ekonomi-politik kerajaan
u  Perebutan takhta kekuasaan

c.    Ekspansi wilayah demi melancarkan kebijakan pintu terbuka
Ekspansi adalah peningkatan aktivitas ekonomi dan pertumbuhan dunia usaha.
Politik Pintu Terbuka ialah pemberlakukan politik kolonial liberal di negara Indonesia. Dalam kebijakan politik pintu terbuka ini, pemerintahan Belanda berpendapat bahwa pemerintah hanya berperan sebagai pengawas dalam bidang ekonomi, sedangkan pihak swasta berperan dalam kegiatan ekonomi di negara Indonesia.
Sejak kebijakan pintu terbuka diberlakukan pada tahun 1870, Belanda gencar melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah kerajaan yang sebelumnya merdeka. Wilayah yang ingin dikuasai Belanda yaitu Tapanuli yang menjadi wilayah kerajaan batak dan Kalimantan bagian selatan yang menjadi wilayah kekuasaan kesultanan Banjar. Termasuk dalam wilayah tapanuli adalah simalungun, tanah karo, angkola, sipirok, dan mandailing. Tujuannya untuk dijadikan lahan bagi perkebunan-perkebunan besar swasta asing serta memudahkan eksploitasi bahan galian mineral.

Gambar 1.2
Perang Aceh

Semakin digencarkan belanda sejak tahun 1870 karena atas penguasaan atas wilayah-wilayah. Ekspansi ini mendapat perlawanan sengit dari kerajaan batak dan kesultanan aceh. Bagi kedua kerajaan ini perang dengan Belanda tidak hanya mempertaruhkan kepentingan ekonomi-politik semata, tetapi juga martabat dan harga diri kerajaan

d.    Arogansi Benda Terhadap Kerajaan Pribumi
Perang terhadap Belanda juga dilancarkan karena arogansi serta kesewenang-wenangan Belanda terhadap bangsawan dan raja-raja pribumi. Belanda kerap memperlakukan para bangsawan dan raja pribumi sebagai bawahan. Adat istiadat, kebiasaan, aturan, serta hak istimewa mereka tidak dihormati oleh Belanda.  Contohnya : perang Diponogoro pada tahun 1825 – 1930 dan perlawanan kerajaan-kerajaan di Bali pada tahun 1846 - 1849



Gambar 1.3
Perang DIponogoro

 

Gambar 1.4
Perlawanan Kerajaan-kerajaan di Bali

e.    Praktik Diskriminasi Terhadap Penduduk Pribumi
Pada Masa Kolonial penduduk Indonesia digolong-golongkan atas dasar ras, dar yang paling tinggi status sosialnya (orang Eropa) sampai yang paling rendah (penduduk pribumi)
u  Golongan Eropa
u  Golongan Indo (keturunan campuran pribumi dan Eropa)
u  Golongan keturunan Timur Asing (Tiongkok, India, dan Arab)
u  Golongan Pribumi (Indonesia) atau inlander : Golonga Bangsawan/Ningrat dan Golongan Rakyat Biasa



Gambar 1.5
Pendidikan Pada Masa Kolonialisme


f.     Penderitaan Rakyat Akibat Sistem Tanam Paksa, Kebijakan Pintu Terbuka, serta Politik Etis
Rakyat Jelata adalah mereka yang paling merasakan dampak negative dari berbagai kebijakan Belnda, seperti monopoli perdagangan, pajak, tanam paksa kebijakan pintu terbuka, dan politik etis.
Kebijakan Tanam Paksa, menjadi penyebab terjadinya kelaparan hebat di Cirebon (Jawa Barat) pada tahun 1843 dan di Jawa Tengah, seperti di daerah Grobongan, antara tahun 1848 – 1850


Gambar 1.6
Tanam Paksa yang dialami oleh Masyarakat IndonesiaHasil gambar untuk perlawanan kerajaan bali,Hasil gambar untuk perlawanan kerajaan bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar