Selasa, 10 November 2020

Faktor Penyebab, Dampak & Pemecahan Permasalahan Sosial



Faktor-faktor Penyebab Permasalahan Social

Masalah sosial adalah kondisi ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan dalam suatu masyarakat. Akibatnya, ketidaksesuaian ini akan membahayakan masyarakat dan menimbulkan kepincangan ikatan sosial dalam masyarakat. Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor faktor ekonomis, biologis, psikologis dan social-budaya.

1.    Faktor ekonomi yang menjadi penyebab permasalahan sosial adalah kemiskinan. Dalam hal ini kemiskinan dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan structural. Kemiskinan kultural disebabkan oleh faktor rasa malas boros dan tidak disiplin. Adapun kemiskinan struktural disebabkan oleh faktor-faktor perbuatan manusia,  seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata dan adanya korupsi.

2. Faktor biologis yang didalamnya terdapat persoalan yang harus dipecahkan seperti masalah endemis atau penyakit menular sebagaimana terjadi dewasa ini, yaitu seperti kasus flu burung, dan HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang beberapa daerah.

3.    Faktor psikologis, seperti depresi, stres, gangguan jiwa, gila, tekanan batin, penyakit saraf (neurosis), bunuh diri dan sebagainya.

4. Faktor sosial dan kebudayaan, seperti perceraian, masalah kriminalitas, pelecehan seksual, kenakalan remaja, konflik rasial dan keagamaan, krisis moneter, dan lain sebagainya.

Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan banyaknya persoalan di masyarakat. Hal ini karena faktor ketidakpuasan sebagai akibat tidak terpenuhinya tujuan kehidupan suatu kelompok atau kebutuhan kehidupan kelompok. Dalam menentukan suatu permasalahan sosial sosiologi menggunakan beberapa ukuran yaitu sebagai berikut.

1.    Terlihatnya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kenyataan di masyarakat.

2.    Asal muasal atau sumber permasalahan yang terjadi.

3.    Akibat yang ditimbulkan dari suatu kejadian atau peristiwa

4.    Adanya orang atau masyarakat yang menentukan

5.    Perhatian masyarakat terhadap suatu kejadian

6.    Dapat diperbaikinya suatu masalah social

Dengan demikian, kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan dari permasalahan sosial karena terwujudnya masalah sosial berasal dari hubungan antarmanusia dan kebudayaan manusia itu sendiri.


PARTIKULARISME KELOMPOK DAN DILEMA PEMBENTUKAN KEPENTINGAN PUBLIC

Partikularisme dan Universalisme

Menurut parsons, dalam sebuah situasi, seseorang menilai dan melakukan tindakan berdasarkan kriteria umum (universalisme) atau berdasarkan kedekatan dengan subjek (partikularisme). Bagi orang yang melakukan tindakan berdasarkan kriteria umum (universalisme), setiap orang harus diberlakukan sama sesuai aturan yang berlaku. Adapun bagi orang yang melakukan tindakan berdasarkan kriteria partikularisme, kepentingan pribadi atau kelompok sendiri lebih penting dibandingkan aturan yang berlaku. Dengan kata lain, berdasarkan kriteria partikularisme, kepentingan pribadi, atau kelompok dapat lebih penting dibandingkan kepentingan umum atau kepentingan publik.

Partikularisme dan universalisme dapat terlihat pula dalam definisi yang tertera di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan definisi partikularisme sebagai sisten yang mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum, aliran politik, ekonomi kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus. Adapun universalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aliran yang meliputi segala-galanya, penerapan nilai dan norma secara umum.

Partikularisme dan Kepentingan Publik

Mengenai pengertian public, menurut Soerjono Soekanto public adalah suatu kelompok yang tidak menjadi satu kesatuan. Sifat public yang bukan suatu kesatuan, menjadikan public memiliki karakter yang beragam, diantaranya sebagai berikut.

1.    Kelompok yang pasif, yaitu kelompok yang memiliki minat terhadap sesuatu, tetapi belum menentukan pendiriannya terhadap sesuatu persoalan. Kelompok ini secara kuantitas lebih besar daripada kelompok lain

2.  Kelompok vested interest,  yaitu kelompok yang terdiri dari kumpulan orang yang telah memiliki kedudukan tertentu dalam masyarakat dan biasanya bersikap mendukung kebijakan penguasa untuk mempertahankan statusnya

3.    Kelompok new comer, yaitu kelompok yang terdiri dari golongan menengah yang rata-rata ingin memperjuangkan kepentingannya dan berusaha merebut kedudukan yang lebih tinggi di masyarakat.

 BERBAGAI JENIS PERMASALAHAN SOSIAL DI RANAH PUBLIC 

1.    Kemiskinan sebagai masalah sosial

2.    Kriminalitas sebagai masalah sosial

3.    Kesenjangan sosial ekonomi sebagai masalah sosial

4.    Ketidakadilan sebagai masalah social


DAMPAK PERMASALAHAN SOSIALTERHADAP KEHIDUPAN PUBLIC 

Kemiskinan, kriminalitas, kesenjangan social-ekonomi dan ketidakadilan merupakan beberapa masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan ini berdampak pada kehidupan kita sebagai suatu bangsa yang sedang melakukan pembangunan untuk mencapai cita-cita bersam.

1.    Ketidakadilan sebagai masalah sosial karena mengandung unsur kesewenang-wenangan, yaitu pada umumnya menyangkut masalah pembagian sesuatu terhadap hak seseorang atau kelompok. Dampak ketidakadilan akan memunculkan kesenjangan social-ekonomi pada masyarakat.

2. Kesenjangan sosial ekonomi adalah akibat pendekatan pembangunan yang tidak berkeadilan. Hal ini akan berakibat pada rasa tidak puas dan kecewa sebagai masyarakat yang mengalaminya. Selain itu, akan berujung pada meningkatnya angka kemiskinan dan kriminalitas

3.    Kemiskinan sebagai masalah sosial akibat dari kesenjangan social-ekonomi. Kemiskinan yang dihadapi suatu bangsa akan berdampak sangat luas bagi kehidupan manusia. Dampak dari kemiskinan antara lain meningkatnya angka putus sekolah dan menurunnya tingkat kesehatan masyarakat.

4.  Kriminalitas atau kejahatan sebagai salah satu bentuk penyimpangan. Hal ini karena pelaku kriminal melanggar hukum pidana yang mengatur kehidupan mereka. Kriminalitas ini mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan masyarakat karena ada pihak-pihak yang dirugikan, mengganggu stabilitas nasional dan mengganggu keamanan. Selain itu, kejahatan berat seperti korupsi, terorisme dan narkoba, dapat merusak serta menghancurkan eksistensi bangsa dan negara.


PEMECAHAN MASALAH SOSIAL UNTUK MENCAPAI KEHIDUPAN PUBLIK YANG LEBIH BAIK 

Menurut Soerjono Soekanto, metode-metode atau cara-cara yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sosial adalah dengan metode preventif dan represif. Metode preventif menurut Soekanto, sulit dilakukan karena harus mengetahui penyebab terjadinya permasalahan terlebih dahulu sehingga harus dilakukan penelitian mendalam. Metode pemecahan masalah yang sering digunakan menurut Soekanto adalah metode Represif, yaitu tindakan yang dilakukan setelah masalah tersebut terjadi.

Selain itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sosial adalah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah. Agar kebijakan ini dapat bermanfaat bagi kehidupan public, dibuatlah suatu kebijakan public. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh administrator negara atau public. Menurut Laswell dan Kaplan, kebijakan publik adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dalam praktik-praktik tertentu. Adapun menurut woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah sosial antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Keluarga Sehat (KKS), Kartu Indonesia Sejahtera (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan guna memecahkan masalah sosial kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat. Adapun untuk memecahkan masalah sosial kriminalitas pemerintah mengeluarkan undang-undang hukum pidana.


Jumat, 06 November 2020

Akibat & Upaya Mengatasi Ketimpangan Social


 Akibat Ketimpangan Social

 Ketimpangan sosial dapat menimbulkan beberapa akibat seperti

1.    Kriminalitas

2.    Melemahnya jiwa wirausaha

3.    Monopoli

4.    Kemiskinan

5.    Kemerosotan moral

6.    Pencemaran lingkungan alam

Untuk mengatasi ketimpangan sosial dimasyarakat dibutuhkan supaya bersama dari berbagai kalangan, baik oleh pemerintah maupun dari anggota masyarakat. Di samping itu, diperlukan adanya identifikasi awal dari penyebab munculnya ketimpangan sosial tersebut, sehingga dapat dicari solusi dari permasalahan tersebut.

Upaya mengatasi ketimpangan social 

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi munculnya ketimpangan sosial dalam masyarakat adalah

1.    Menentukan masalah yang akan dicari solusinya

2.    Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab masalah itu timbul

3.    Mencari beberapa alternative solusinya

4.   Pilih yang paling penting yang harus diselesaikan dahulu dan kemudian lanjutkan ke solusi berikutnya

Menyelesaikan masalah merupakan kewajiban hidup orang yang cerdas Karena pada dasarnya kecerdasan harus bermanfaat bagi orang lain. Untuk itu, perlu kebijakan/ regulasi yang jelas dan tindakan hukum yang tegas bagi anggota masyarakat yang melanggarnya dan terutama sanksi yang tegas pula apabila ada aparat yang melakukan pelanggaran. Selain itu, perlu adanya pandangan masyarakat yang tidak memberi toleransi terhadap berbagai bentuk pelanggaran merupakan kunci yang ampuh dalam menimbulkan efek jera bagi anggota masyarakat yang melanggar aturan yang berlaku.

Selain itu sebagai upaya mengatasi ketimpangan social, setiap warga negara baik sebagai seorang aparat pemerintah maupun warga masyarakat harus menyiapkan dan melatih diri untuk melakukan hal-hal berikut.

1.    Mematuhi perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya (Taqwa)

2.    Belajar dan membiasakan diri mencintai sesama manusia

3.    Menanamkan kesadaran dan rasa cinta kepada tanah air, bangsa dan negara

4.    Melatih dan membiasakan diri hidup bergaul dan bersikap demokratis

5.    Melatih dan membiasakan diri bersikap adil dan berjiwa sosial.


Tindakan-tindakan tersebut merupakan dasar tindakan yang dapat mempersempit jurang pemisah antara kelompok yang kaya dan yang miskin di masyarakat kita yang masih besar ketimpangan sosial.

Selasa, 03 November 2020

Pengertian masalah social


Assalamualaikum Wr. Wb. berikut ini merupakan materi pengertian masalah sosial, semoga dapat bermanfaat. pengertian masalah sosial ada berbagai pandangan para tokoh sosiologi tentang masalah social. Pandangan itu antara lain sebagai berikut.

1.  Arnold M. Rose mengatakan bahwa masalah sosial dapat didefinisikan sebagai suatu situasi yang telah mempengaruhi sebagian besar masyarakat sehingga mereka percaya bahwa situasi Itu adalah sebab dari kesulitan mereka. situasi itu dapat diubah.

2.   Raab dan Selznick berpandangan Bahwa masalah sosial adalah masalah hubungan sosial yang menentang masyarakat itu sendiri atau menciptakan hambatan atas kepuasan banyak orang.

3.    Richard dan Richard berpendapat bahwa masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi yang tidak diinginkan dan tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.

4.  Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur Kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial

Ada dua elemen penting terkait dengan kondisi masalah social. Elemen yang pertama adalah elemen objektif. Elemen objektif menyangkut keberadaan suatu kondisi social. Kondisi sosial disadari melalui pengalaman hidup kita, media dan pendidikan. Kita bertemu dengan peminta-minta yang terkadang datang dari rumah ke rumah, kita menonton berita tentang peperangan kemiskinan dan human trafficking atau atau perdagangan manusia. Kita membaca di berbagai media surat kabar bagaimana orang kehilangan pekerjaannya.

Kondisi sosial ini secara objektif berbahaya bagi masyarakat. Kondisi ini benar-benar nyata dan pernah dialami oleh masyarakat. Pengalaman yang berbahaya ini bersifat universal dan dapat ditemukan di seluruh dunia.

Sementara itu, elemen subjektif masalah sosial menyangkut pada keyakinan bahwa kondisi sosial tertentu berbahaya bagi masyarakat dan harus diatasi. Kondisi sosial seperti itu antara lain adalah kejahatan, penyalahgunaan obat dan polusi. Kondisi sosial ini tidak dianggap oleh masyarakat tertentu sebagai masalah sosial tetapi bagi masyarakat yang lain, Kondisi itu dianggap sebagai kondisi yang mengurangi kualitas hidup manusia.

Berdasarkan kedua elemen Ini, masalah sosial dapat didefinisikan sebagai kondisi sosial yang dipandang oleh suatu masyarakat berbahaya bagi anggota masyarakat dan harus diatasi. Dari definisi ini ada empat hal yang perlu kita perhatikan.

Pertama, penggunaan istilah masalah sosial menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah. Hal ini jelas mengacu pada kondisi yang perlu dievaluasi sebagai sesuatu yang salah karena kondisi itu membahayakan manusia. Kedua, masalah sosial adalah kondisi sulit yang mempengaruhi tidak hanya satu orang tetapi sejumlah besar masyarakat. Ketiga, definisi masalah sosial mengandung optimisme untuk dapat di ubah. Masalah sosial merupakan istilah yang diberikan kepada kondisi yang kita anggap dapat diubah oleh manusia. Kematian bukanlah masalah social, tetapi peristiwa sekitar kematian dapat menjadi masalah sosial karena peristiwa-peristiwa itu dapat kita ubah. Keempat, masalah sosial adalah kondisi yang harus diubah. Untuk itu, sesuatu perlu dilakukan.

Hal-hal yang menjadi masalah sosial antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berbeda-beda. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh perbedaan nilai, keyakinan, pengalaman hidup dan periode sejarah. Misalnya, minum teh di Inggris pada abad ke-17 hingga abad ke-18 dianggap berbahaya bagi kesehatan dan memiskinkan bangsa. Saat ini, Inggris dikenal dengan tradisi minum teh pada sore hari.

 

Rabu, 21 Oktober 2020

Hakikat, Bentuk, dan Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial

  


Hakikat Ketimpangan Sosial

Berdasarkan definisi dari Naidoo dan Wills dalam Warwick-Booth (2013). Ketimpangan sosial merupakan perbedaan-perbedaan dalam pemasukan (income), sumber daya (resources), kekuasaan (power) dan status di dalam dan antara masyarakat. Ketimpangan ini dipertahankan oleh orang-orang yang berkuasa melalui institusi dan proses-proses social.

Menurut Andrinof Chaniago (2012), ketimpangan sosial adalah sebuah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek social. Ketimpangan sosial karena pengambil kebijakan cenderung menganggap pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pendapatan perkapita, dan pembangunan infrastruktur adalah tujuan utama pembangunan. Jadi, mereka mengabaikan sikap dan perilaku sosial individu, corak ekonomi tradisional, serta keunikan yang terdapat di berbagai tempat.

Ketimpangan sosial ditandai ketidaksetaraan peluang dan penghargaan untuk posisi sosial yang berbeda atau status dalam kelompok atau masyarakat. Ini termasuk pola terstruktur dan berulang dan tidak merata dari distribusi barang, kekayaan, kesempatan, penghargaan dan hukuman.

Ketimpangan sosial tidak sama dengan perbedaan sosial yang dikategorikan ke dalam stratifikasi dan diferensiasi social. Ketimpangan sosial dapat dikategorikan sebagai masalah sosial karena terdapat ketidakadilan dalam pemberian kontribusi kepada masyarakat dari berbagai aspek kehidupan.

Keadilan sosial bukan berarti bahwa perbedaan kemampuan dan prestise seseorang harus diperlakukan sama, melainkan perbedaan tersebut harus diperlakukan secara proporsional. Pancasila mengamanatkan dalam sila kelima tentang “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang realisasinya harus tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dilaksanakan oleh penyelenggara negara dan masyarakat. Namun, pada kenyataannya, ketidakadilan tetap kita jumpai dalam hidup ini. Berikut ini adalah prinsip-prinsip ketidakadilan

a)    Elitisme efisien

b)    Pengecualian diperlukan

c)    Prasangka adalah wajar

d)    Keserakahan adalah baik, dan

e)    Putus asa tidak bisa dihindari

Ketidakadilan sosial tersebut berbentuk marjinalisasi, stereotip, subordinasi, dan dominasi. Marginalisasi adalah proses pemutusan hubungan kelompok-kelompok tertentu dengan lembaga sosial utama. Semakin besar perbedaan, semakin mudah bagi kelompok dominan untuk meminggirkan kelompok lemah. Stereotip adalah pemberian sifat tertentu secara subjektif terhadap seseorang berdasarkan kategori tertentu, misalnya perbedaan antara kami dan mereka. Subordinasi adalah pembedaan perlakuan identitas tertentu, misalnya pembedaan kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Dominasi adalah kondisi dengan ciri satu kelompok memegang kekuasaan secara sewenang-wenang.

Ketimpangan Sosial Dalam Sejarah

Ketimpangan bukan hal yang baru. Ada banyak contoh ketimpangan sosial dalam sejarah. Sebagai contoh, pembangunan zaman Romawi menggunakan para budak. Sistem feodal kepemilikan tanah pun hadir, yaitu para budak mengolah tanah, sementara Raja memiliki tanah dan memerintah kerajaan.

Secara historis, ketimpangan terkait dengan kepemilikan tanah. Namun, Revolusi industri mengubah struktur masyarakat dan sumber penciptaan kekayaan. Tulisan para sosiolog pada abad ke-19 menunjukkan bahwa akademisi pun mulai tertarik pada keberadaan kesenjangan sosial dan membuat teori tentang hal itu. Sumber kekayaan tidak lagi pada kepemilikan tanah tetapi pada kepemilikan alat-alat produksi seperti pabrik. Ketimpangan terjadi antara para pemilik alat produksi dan para buruh yang menawarkan tenaga mereka di pasar tenaga kerja.

Max Weber mengambil perspektif ekonomi politik untuk menghasilkan analisis yang menggambar bahwa posisi sosial dari seseorang bergantung pada peluang hidupnya di pasar kerja. Weber juga berfokus pada analisis kekuasaan dan menyimpulkan bahwa prestise dan status sama pentingnya dalam menciptakan hierarki social. Dia Melihat posisi sosial tidak terlalu kaku dan mobilitas sosial sebagai proses tempat individu dapat bergerak ke atas dalam skala social. Ide mobilitas sosial sendiri tetap relevan seperti yang sering dibahas dalam pendekatan kebijakan mengatasi ketimpangan social. Sejumlah politisi menunjukkan mobilitas sosial mungkin terjadi dan orang akan menemukan tempat alami mereka dalam tatanan social.

Bentuk-Bentuk Ketimpangan Social

Sampai saat ini, ketimpangan sosial masih saja menjadi masalah di sebagian negara dunia. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga terjadi di negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang juga mengalami ketimpangan social. Menurut Andrinof Chaniago, paling tidak terdapat enam ketimpangan yang terjadi yaitu sebagai berikut (Syamsul Hadi, dkk, 2004).

1.    Ketimpangan desa dan kota

2.    Kesenjangan pembangunan diri manusia Indonesia

3. Ketimpangan antar golongan sosial ekonomi yang diperlihatkan dengan semakin meningkatnya kesenjangan ekonomi antara golongan-golongan dalam masyarakat

4.    Ketimpangan penyebaran aset dikalangan swasta dengan ciri Sebagai besar kepemilikan aset di Indonesia terkonsentrasi pada skala besar

5. Ketimpangan antarsektor ekonomi dengan ciri sebagian sector, misalnya property, mendapat tempat yang istimewa

6.    Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan ciri konsentrasi ekonomi terpusat pada wilayah perkotaan, terutama ibukota, sehingga daerah hanya mendapatkan konsentrasi ekonomi yang sangat kecil.

 

Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial

Faktor Struktural

Faktor struktural berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan pemerintah dalam menangani masyarakat, baik yang bersifat legal formal maupun kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya. Faktor struktural dapat kita ibaratkan sebagai “jaringan listrik” yang berfungsi sebagai penyalur energi yang memberi akses ke masyarakat agar dapat dioptimalkan energinya untuk pembangunan diri dan bangsa.

Negara seperti Indonesia yang wilayahnya sangat luas dan masyarakatnya majemuk jelas memiliki potensi konflik yang besar juga. Namun, apabila dikelola dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat, potensi konflik tersebut dapat menjadi sumber dinamika untuk mempercepat pembangunan. Oleh karena itu, penyelenggara negara atau pemerintah harus mampu menjadi dinamisator, mediator dan katalisator hubungan sehingga kebijakan pemerintah dapat identik dengan keinginan masyarakat.

a. Sebagai dinamisator, pemerintah berkewajiban menumbuhkembangkan simpati para penyelenggara negara terhadap masyarakat dan pula simpati masyarakat terhadap pemerintah pemerintah

b.  Sebagai mediator berarti harus mampu berlaku adil dalam menyelesaikan masalah di masyarakat dan memiliki wawasan kebangsaan yang kuat. ini juga berarti kepentingan pribadi atau golongan tidak boleh diutamakan. Kepentingan bangsa dan negara harus dijadikan prioritas utama

c.  Pemerintah sebagai katalisator harus mampu mengarahkan diri sebagai pengaruh dan pengendali permasalahan yang muncul dari kebijakan yang dikeluarkannya. Fungsi pemerintah sebagai katalis menyangkut hal manajemen kebijakan, regulasi, penjaminan keadilan, pencegahan diskriminasi atau eksploitasi, serta penjaminan kesinambungan dan stabilitas pelayanan. Pelaksanaan kebijakan yang harus dikerjakan sendiri oleh pemerintah, tetapi dapat bekerjasama atau diserahkan pada swasta agar potensi swasta dapat berkembang dan berkontribusi dalam pembangunan. Hal ini karena pembangunan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, termasuk pihak swasta.

 

Faktor Kultural

Faktor kultural atau budaya masyarakat dapat kita ibaratkan sebagai tenaga listrik atau energi penggerak kehidupan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sifat atau karakter masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya, apakah ia malas atau rajin, ulet atau mudah menyerah, jujur atau menghalalkan berbagai cara, suka berkompetisi atau menerima apa adanya, dan seterusnya.

Kultur atau budaya masyarakat berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat yang tidak memiliki orientasi ke depan dan sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Mereka menganggap budaya hemat, suka menabung, dan membuat rencana tidak diperlukan. Ini terjadi karena mereka merasa kebutuhannya sudah tercukupi oleh sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Namun, Apabila sumber alamnya Kian menipis sedangkan kemampuan berusahanya lemah, maka kemiskinan yang akan mereka peroleh. Kasusnya tentu berbeda dengan orang yang memiliki orientasi ke masa depan. Bagi mereka, segala sesuatunya direncanakan, suka berinvestasi, baik Ilmu maupun materi, sehingga mereka akan mampu mengembangkan potensi hidupnya agar sukses.

Budaya birokrat yang biasa dimiliki oleh penyelenggara pemerintah juga memiliki andil terjadinya ketimpangan social, yaitu adanya mental arogan yang merasa memiliki kekuasaan untuk menentukan segala yang menjadi wewenangnya. Akibatnya, ada yang cenderung berperilaku sewenang-wenang tanpa menyadari bahwa kekuasaan yang dimiliki merupakan amanat dari rakyat dalam rangka melayani masyarakat. Oleh karena itu, faktor budaya sangatlah penting dibenahi untuk dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai produktif dalam mengatasi ketimpangan sosial agar tercipta keadilan social.

Rabu, 14 Oktober 2020

Teori Ketimpangan Sosial

 


Ketimpangan

Ketimpangan sosial ditandai oleh ketidaksetaraan peluang dan penghargaan untuk posisi sosial atau status yang berbeda dalam kelompok atau masyarakat. Menurut Naidoo dan Wills, ketimpangan sosial adalah perbedaan-perbedaan dalam pemasukan (income), sumber daya (resources), kekuasaan (power) dan status di dalam dan antara masyarakat.

Teori Ketimpangan

Banyak teori untuk menerangkan ketimpangan global, berikut beberapa diantaranya.

1.    Teori Kolonialisme

Teori kolonialisme dimulai di Inggris sekitar tahun 1750 ketika industrialisasi menyebar diseluruh Eropa Barat.  Teori ini merujuk pada satu negara yang menjadikan banyak wilayah sebagai koloninya. Kegiatan ini diawali oleh negara industri (negara kapitalis). Menurut Horrison, mereka menanamkan sebagian keuntungannya ke dalam persenjataan yang tangguh dan kapal cepat, kemudian digunakan untuk menyerang negara yang lemah untuk dijadikan koloninya (Henslin, 2007). Setelah bangsa yang lemah takluk, mereka akan meninggal kekuatan pengendali untuk mengeksploitasi tenaga kerja dan sumber daya bangsa tersebut. Maksud kolonialisme di sini adalah untuk mengeksploitasi rakyat dan sumber daya suatu bangsa demi keuntungan negara kapitalis (induk).

2.    Teori Sistem dunia

Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Wallerstein. Ia menganalisis Bagaimana industrialisasi menghasilkan tiga kelompok bangsa, yaitu (1) Negara inti (negara yang lebih dulu melakukan industrialisasi dan mendominasi negara yang lemah), (2) Negara semiperiferi (negara yang bergantung pada perdagangan negara inti),  (3) Negara periferi (negara pinggiran). Globalisasi kapitalisme disini berkembang dengan cepat dan diterima oleh negara-negara di sekelilingnya. Mereka saling terkait dan saling mempengaruhi dalam hal produksi dan perdagangan, misalnya yang terjadi antara Meksiko dan Amerika Serikat (Henslin, 2007)

3.    Teori Ketergantungan (Dependensi)

Teori ketergantungan menganggap bahwa keterbelakangan sebagai akibat suatu sistem kapitalis internasional yang dominan (yang berbentuk perusahaan-perusahaan multinasional) dan bersekutu dengan elit lokal di dunia ketiga yang menggunakan kelebihan mereka yang istimewa untuk mempertahankan kedudukan mereka. Dunia ketiga adalah negara yang tidak masuk Dunia Pertama (Negara kapitalis) dan dunia kedua (negara komunis). Dunia ketiga tidak dapat mengadakan industrialisasi dan pembangunan ekonomi selama masih dalam cengkraman suatu sistem internasional yang diskriminatif. Akan tetapi, elit lokal tidak dapat melepaskan diri dari sistem tersebut karena akan membahayakan kedudukan mereka di negaranya sendiri (Clark, 1989).

4.    Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural adalah cara lain untuk memandang ketimpangan dunia dalam hal kesejahteraan dan kekuasaan. Pendekatan ini memandang bahwa kemiskinan dan kebergantungan dunia ketiga tidak disebabkan oleh keputusan kebijakan yang sangat sengaja dibuat di Amerika, Inggris atau Moskow. Namun, sebaliknya kebergantungan ini berasal dari struktur sistem internasional yang konstruksinya dibuat sedemikian rupa sehingga bangsa-bangsa pengekspor bahan mentah terpaksa kehilangan bagiannya dari keuntungan produksi (Clark, 1989). Menurut Prebisch, sistem perdagangan bebas merugikan negara-negara pengekspor bahan mentah (negara periferi) dan menguntungkan negara-negara industri kaya yang mengekspor hasil industri (negara-negara pusat). Ia mengatakan bahwa ketimpangan tidak berasal dari kejahatan negara pusat, tetapi disebabkan oleh struktur sistem ekonomi internasional itu sendiri.

5.    Teori Fungsionalis

Teori fungsionalis percaya bahwa ketidaksetaraan tidak bisa dihindari dan memainkan fungsi penting dalam masyarakat. Menurut Kingsley Davis dan Wilbert Moore (Henslin, 2007), penyebab ketidaksetaraan dan stratifikasi masyarakat adalah sebagai berikut.

·         Masyarakat harus memastikan bahwa posisinya terisi

·         Beberapa posisi lebih penting daripada yang lain

·         Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang yang lebih berkualifikasi

·         Untuk memotivasi orang yang lebih berkualifikasi agar mengisi posisi-posisi ini, masyarakat harus menawarkan imbalan lebih besar

Dalam teori ini posisi-posisi dengan tanggung jawab lebih besar menuntut pertanggungjawaban yang lebih besar juga. Dengan demikian, posisi penting dalam masyarakat memerlukan lebih banyak pelatihan sehingga harus menerima imbalan lebih tinggi. Ketimpangan sosial dan stratifikasi social, menurut pandangan ini, menyebabkan meritokrasi yang berdasarkan kemampuan.

6.    Teori Konflik

Teori konflik melihat ketimpangan sebagai akibat dari kelompok dengan kekuatan (power) mendominasi kelompok yang kurang kuat. Mereka percaya bahwa kesenjangan sosial mencegah dan menghambat kemajuan masyarakat karena mereka yang berkuasa akan menindas orang-orang tak berdaya untuk mempertahankan status quo. Kedudukan/posisi menjadi penting selama mereka yang berkuasa menganggap kedudukan tersebut signifikan. Tokoh teori konflik ini antara lain Karl Marx,  Lewis coser, dan Ralf Dahrendorf. Marx adalah tokoh konflik pertama yang memandang bahwa kapitalisme akan memperuncing perbedaan kelas antar individu. Ia menganggap bahwa individu yang mempunyai tenaga (kaum borjuis) yang mampu menguasai alat produksi. Sedangkan menurut Lewis Coser, konflik adalah suatu perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka. Tujuannya adalah untuk menetralkan atau melenyapkan pihak lawan. Tokoh konflik yang ketiga adalah Ralf Dahrendoft. Ia menjelaskan bahwa masyarakat terdiri dari organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan atau wewenang. Berarti dalam hal ini, ada pihak penguasa dan pihak yang dikuasai. Perbedaan ini menyebabkan terjadinya polarisasi yang mengarah pada konflik dalam masyarakat (parwitaningsih, dkk, 2012)

7.    Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik pertama kali dimunculkan oleh Douglas C. North. Teori ini memunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Teori neoklasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada awal proses pembangunan kurang lancar. Hal ini berakibat modal dan tenaga kerja meluas. Namun, apabila proses pembangunan terus berlanjut dengan makin baiknya sarana dan prasarana komunikasi, mobilitas modal dan tenaga kerja akan semakin lancer. Dengan demikian, nantinya setelah negara menjadi maju, ketimpangan pembangunan regional akan berkurang. Anggapan-anggapan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesis Neoklasik (Sjafrizal, 2008).

Menurut Hipotesis Neoklasik, ketimpangan pembangunan pada awal proses meningkat. Setelah berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut semakin menurun. Dengan kata lain, ketimpangan di negara berkembang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan di negara maju. Hal ini disebabkan di negara berkembang proses pembangunan baru dimulai. Kesempatan dan peluang pembangunan tidak bisa dimanfaatkan karena kurangnya sarana dan prasarana serta minimnya kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi di negara maju lebih cepat, sedangkan di negara berkembang lebih lambat (Sjafrizal, 2008)

Selasa, 13 Oktober 2020

Sifat Ilmu Sejarah

 

1.    Diakronis

Diakronis secara harfiah berarti melintasi perjalanan waktu. Ilmu sejarah itu diakronis, artinya topik yang dibahas di dalamnya adalah peristiwa-peristiwa yang melintasi perjalanan waktu, yaitu dari masa dulu, sekarang dan masa depan. Hal itu karena peristiwa-peristiwa yang dialami manusia itu tidak statis, tetapi dinamis, terus berkembang, berubah dan berkesinambungan. Sifat dinamis peristiwa itu berakar pada kenyataan bahwa manusia sebagai pelaku dan penggerak sejarah juga pada hakekatnya dinamis. sifat dinamis manusia menentukan sifat dinamis peristiwa-peristiwa sejarah.

2.    Ideografis

Sejarah itu bersifat ideografis artinya sejarah selalu menggambarkan, menceritakan dan memaparkan sesuatu yang bersifat unik. Hal ini karena setiap peristiwa tidak dapat diulang atau terjadi hanya sekali dan tidak ada peristiwa yang persis sama dengan peristiwa itu di tempat dan waktu yang berbeda. Itulah juga sebabnya penelitian sejarah tidak bertujuan menemukan hukum umum atau dalil tertentu tetapi untuk memahami suatu peristiwa.

 

Cara Berpikir Diakronik dan Sinkronik Dalam Sejarah

1.    Cara Berpikir Diakronik

Berpikir diakronik dalam sejarah artinya berpikir mengenai peristiwa sejarah secara menyeluruh dalam runtutan waktu yang panjang, tetapi terbatas dalam ruang. Berpikir diakronis mementingkan proses suatu peristiwa sejarah. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sejarah merupakan kumpulan peristiwa. Setiap peristiwa yang terjadi tersebut dibatasi oleh waktu.

Dengan berpikir secara diakronik, kita akan terbiasa menggunakan konsep kronologi dan periodisasi. Kronologi berasal dari kata bahasa Yunani khronos yang artinya “waktu” dan logos yang artinya “ilmu”. Kronologi adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa sejarah sesuai dengan urutan waktu terjadinya, dari awal hingga akhir. Setiap peristiwa sejarah akan diurutkan sesuai waktu terjadinya secara runtut dan berkesinambungan.

Kronologi dalam sejarah diperlukan agar tidak terjadi anakronisme sejarah yaitu ketidakcocokan dengan zaman tertentu, contohnya melihat masa lalu dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang masa kini. Contoh kronologi dapat kita lihat dalam detik-detik peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia berikut.

·         pada 6 Agustus 1945, Kota Hiroshima dibom atom

·         pada 7 Agustus 1945, PPKI dibentuk

·         pada 9 Agustus 1945, kota Nagasaki di bom atom

·         pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu

·         pada 16 Agustus 1945, peristiwa Rengasdengklok

·         pada 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Indonesia

Periodisasi adalah pengelompokan peristiwa-peristiwa sejarah ke dalam suatu babak, masa, zaman atau periode tertentu berdasarkan ciri-ciri atau kriteria tertentu. Misalnya saja, berdasarkan regional. Dengan demikian, kita harus menentukan terlebih dahulu dasar pembagian periodisasi tersebut sebelum mulai membuatnya. Contoh periodisasi dalam pembagian masa, yaitu masa praaksara dan masa aksara yang dasar pembagiannya adalah mulai  dikenalnya tulisan oleh manusia. Selain itu, pembagian masa Hindu-Budha dan masa Islam dibagi berdasarkan pengaruh kebudayaan.

Periodisasi merupakan konsep penting dalam mempelajari sejarah. Hal ini akan mempermudah kita memahami Setiap peristiwa sejarah yang terjadi. Secara terperinci, tujuan disusunnya periodisasi sejarah adalah berikut.

1)    Membantu mempermudah memahami sejarah

2)    Membantu mengklasifikasikan peristiwa-peristiwa sejarah

3)    Memudahkan dalam menganalisis perkembangan dan perubahan yang terjadi di setiap periode

4)    Menyederhanakan rangkaian peristiwa sejarah

Kronik adalah catatan peristiwa menurut urutan waktu kejadiannya. Kronik berupa catatan perjalanan yang ditulis oleh para musafir, pendeta dan pujangga pada masa lalu. Mereka pada umumnya menulis tentang peristiwa, kejadian, hal-hal yang menarik perhatian dan mengesankan yang mereka temui di suatu tempat dan pada waktu tertentu.

Kronik tentang Nusantara banyak ditulis para musafir dan pendeta Tiongkok yang berdatangan untuk berbagai kepentingan. Kronik tersebut banyak ditulis ketika Tiongkok diperintah oleh sejumlah dinasti, seperti Dinasti Chou, Qin, Tang dan Ming. Selain itu, banyak kronik yang ditulis musafir serta pendeta yang datang dari India. Berdasarkan catatan yang mereka buat kita dapat mengetahui, atau paling tidak memiliki gambaran tentang kondisi masyarakat Nusantara di suatu tempat pada masa lalu. Namun, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masa lalu, diperlukan banyak sumber lain yang dapat mendukung kebenaran dari kronik tersebut.

2.    Cara Berpikir Sinkronik

Sinkronik diartikan sebagai segala sesuatu yang bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi pada suatu masa. Perbedaan pendekatan diakronik dan sinkronik dapat terlihat ketika akan mengamati suatu fenomena revolusi, misalnya revolusi di Indonesia peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945. Melalui pendekatan diakronik, revolusi tersebut dikaji secara kronologis. Pertanyaan yang muncul adalah Kapan dan bagaimana revolusi itu terjadi? faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya revolusi tersebut? Bagaimana kondisi masyarakat sebelum revolusi terjadi? Bagaimana perkembangan selanjutnya?

Berbeda halnya dengan menggunakan pendekatan sinkronik. Melalui pendekatan sinkronik, revolusi di Indonesia bisa saja dikaji dengan membandingkan revolusi-revolusi di tempat lain, misalnya Revolusi Amerika (1776), Prancis (1789), dan Rusia (1917). Pendekatan sinkronik akan mencoba mengkaji persamaan-persamaan dari revolusi tersebut tanpa terlalu memperhatikan waktu dan tempat terjadinya peristiwa. Revolusi Amerika di latar belakangi konflik kepentingan antara kolonis yang ingin melepaskan diri dan merdeka, sedangkan Inggris tetap ingin mempertahankan koloninya. Revolusi Prancis terjadi akibat konflik antara golongan kelas menengah yang ingin berkuasa. Adapun revolusi Rusia terjadi akibat konflik perebutan kekuasaan antara kaum Bolshevik yang menganut paham komunis dan mereka yang nonkomunis. Demikian pula di Indonesia terjadi konflik antara kolonialis Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan bangsa Indonesia yang baru saja merdeka dan ingin tetap mempertahankan kemerdekaannya.

Permasalahan sejarah, misalnya dapat menjadi permasalahan ilmu social. sebaliknya ilmu-ilmu sosial dapat digunakan dalam kajian sejarah, terutama dalam hal berikut.

1)    konsep dan teori. Konsep dan teori ilmu sosial untuk membantu mengungkap peristiwa sejarah

2)    permasalahan. Dalam sejarah, banyak sekali permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat diangkat menjadi topik-topik penelitian sejarah

3)    pendekatan. Pendekatan ilmu sosial digunakan oleh semua tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala sejarah dengan jangka yang relatif panjang (aspek diakronis) dan yang melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat, atau politik (aspek sinkronik)